Kuburan Jiwa Amatir

Cr. Google

Oleh: Jumini

Sudah Sampai

Aku selalu dihina oleh pikiranku

Aku selalu dipuji oleh mataku ketika aku menatap cermin

Aku dipuji dan dihina secara kekeluargaan oleh pemikiranku

Aku tak pernah menentang hinaan itu dan atas pujinya, aku selalu berucap amin

Surya singgah di gubukku, aku menawarinya secangkir hujan

Lalu kami menyeruput omong kosong

Yang telah disediakan dalam secangkir candaan

Selamat pagi adalah ucapan pertama dari asam lambungku

Dua tiga masa lalu terkayuhi dengan kapal sandiwara

Ombak dan badai menghantam tiada tara

Kekuatan terbesarku adalah rasa percaya

Percaya bahwa Tuhan punya rencana

Majikannya

Segumpal mendung menangis di matanya

Darah segar mengalir dari bibirnya

Hari itu lahirlah seonggok kehilangan paling suram

Dari rahim perkelahian dua saudara sesama kejam

Kematian menyambutnya dengan pesta pora

Porak-poranda menari di tengah kota

Teriakan maki keluar tanpa borgol dari mulut wanita tua

Ia berjalan dengan tiga kaki yang membuatnya terlihat muda

Dipeluknya bangkai segar itu tanpa jijik

Sambil memukul dan mencaci dengan puji

Wanita tua itu mengangkat rahangnya dan berkata

“Dasar anjing serigala!!!!”. Lalu, wanita tua itu menguburkan kucing kesayangannya

yang sudah tak bernapas dan kehilangan jiwa

Baca juga puisi: Penggangu Jalan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *