Melihat Karya Tanpa Aksi Nyata

Alam sangatlah luas. Luas dari alam itu telah memberikan banyak keindahan yang dapat dirasakan oleh indra manusia. Bahkan, alam di sekitar kita pun juga masih banyak yang belum dapat terjamah, misalnya penjelajahan laut secara menyeluruh. Sejauh ini, baru sekitar 20% laut yang dapat dijelajahi oleh manusia, sementara 80% sisanya masih belum dapat dijangkau. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak bagian dari alam  yang belum tersentuh oleh manusia.

Meskipun tidak semuanya terjamah oleh manusia, tetapi keindahan dari alam itu sudah dapat dirasakan. Buktinya, dengan hanya 20% dari luasnya, laut telah berhasil menunjukkan betapa indahnya alam yang dapat ditemukan. Misalnya, keindahan laut di Indonesia dapat ditemukan di banyak tempat, seperti Raja Ampat (Papua) dan Wakatobi (Sulawesi Tenggara) yang terkenal akan keindahan bawah lautnya. Ada pula Pantai Ora (Maluku Tengah) dan Nongsa Beach  (Kepulauan Riau) yang terkenal akan keindahan pesisir pantainya.

Keindahan alam yang menarik perhatian banyak orang membuat para sastrawan tertarik untuk menciptakan karya sastra mengenai hal ini. Dari situlah lahir beragam karya sastra yang menggambarkan keindahan alam yang dapat dirasakan oleh semua orang. Hal itu terlihat dari banyaknya penyair terkenal yang menumpahkan perasaan mereka melalui puisi-puisi yang menggambarkan indahnya alam. Karya-karyanya tersebut dengan jelas melukiskan bagaimana keindahan alam dapat dirasakan melalui peristiwa-peristiwa alam yang sederhana.

Salah satu karya tentang keindahan alam adalah puisi berjudul “Kepada Penyair Hujan” yang ditulis oleh Joko Pinurbo, atau yang akrab disapa Jokpin. Puisi ini menggambarkan berbagai fenomena alam sederhana yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Joko Pinurbo mampu membungkus karyanya sedemikian rupa sehingga fenomena alam yang jarang diperhatikan manusia tampak istimewa dan sayang untuk dilewatkan. Puisi yang ditulis Joko Pinurbo juga menggunakan metafora untuk menggambarkan benda atau peristiwa tersebut tanpa menyebutkannya secara langsung. Misalnya, kutipan kalimat “selendang panjang warna-warni, yang menjuntai di atas sungai”  untuk menggambarkan adanya pelangi  di atas sungai. Kutipan kalimat dalam puisi tersebut menunjukkan bahwa keindahan alam dapat ditemukan dalam peristiwa sederhana.

Baca juga: Refraksi Hakikat Keindahan

Namun, karya sastra perlahan mulai ditinggalkan oleh generasi saat ini. Kalimat yang tidak to the point membuat anak muda enggan membacanya. Hal ini menyebabkan anak muda sulit untuk menangkap pesan penting yang tersirat dalam karya sastra. Daya tarik dalam karya tersebut masih belum mampu mendorong kesadaran akan pentingnya pelestarian alam. Karya sastra memang indah, tetapi keindahannya belum tentu memberikan efek yang besar bagi masyarakat. Meskipun banyak karya sastra yang berhasil menggambarkan keindahan alam, sayangnya masih banyak orang yang tidak menyadari dampak dari tindakannya. Ketidaksadaran ini akan membawa efek negatif di masa mendatang karena alam berisiko mengalami kerusakan baik dari segi estetika maupun ekosistemnya.

Sebagian masyarakat masih belum menyadari bahwa alam tidak dapat menjaga dirinya sendiri dari kerusakan akibat ulah mereka. Masyarakat perlu merawat alam sebagaimana mereka merawat diri sendiri. Namun, pemikiran ini jarang muncul di tengah masyarakat. Akibatnya, banyak keindahan alam yang justru dirusak oleh orang-orang yang tidak memahami  cara menjaga alam dengan baik. Alam yang seharusnya indah menjadi hancur akibat tindakan kecil yang sering dilakukan manusia. Contohnya, Raja Ampat yang dikenal memiliki keindahan bawah laut, sayangnya mulai terancam kebersihannya akibat sampah plastik. Masalah ini tidak hanya mengancam keindahan dan estetikanya saja, tetapi juga membahayakan biota laut di Raja Ampat. Contoh lain terjadi  di Pantai Kuta, Bali. Pemandangan yang indah serta kenyamanan di Pantai Kuta menjadi terancam karena sampah plastik yang terus berdatangan. Masalah tersebut jelas mengganggu kenyamanan para pengunjung dan merusak keindahan yang telah diwariskan sejak dulu.

Kerusakan alam yang terus terjadi menjadi keprihatinan bagi semua orang. Sebagai respons, banyak karya sastra yang diciptakan untuk menggambarkan situasi alam yang mulai rusak. Karya sastra tersebut muncul sebagai sarana yang menggambarkan makna yang hendak disampaikan jika dipahami dan dihayati dengan saksama. Karya sastra seperti puisi, cerpen, sajak, bahkan pantun dibuat sebagai sarana untuk mengkritik tindakan manusia yang tidak bertanggung jawab terhadap alam. Melalui penggambaran kerusakan alam, karya sastra berusaha  untuk menyadarkan orang-orang akan tindakan mereka yang merusak.

Sebuah karya yang baik tanpa adanya tindakan yang nyata tentunya terasa kurang bermakna. Kalimat-kalimat indah akan menjadi sia-sia jika tidak diiringi dengan aksi nyata. Seharusnya ada tindakan nyata untuk menanggulangi alam yang mulai rusak. Masyarakat sebenarnya dapat memulai dengan tindakan merawat alam dari hal-hal kecil. Nasib alam dapat ditentukan dengan tindakan sederhana seperti membuang sampah pada tempatnya. Jika masyarakat masih membuang sampah sembarangan, jelas ini akan merusak alam entah dalam estetikanya maupun dalam ekosistemnya. Sebaliknya, jika sampah itu dibuang pada satu wadah yang sesuai dan diolah kembali, estetika maupun ekosistem alam dapat terjaga dalam waktu yang lama.

Hal sederhana seperti ini sering didengar oleh banyak orang, tetapi sering pula diabaikan oleh masyarakat sendiri. Banyak orang belum sadar bahkan menutup mata dengan masalah ini dengan berbagai alasan. Mereka beranggapan bahwa, “Oh, sudah banyak kok orang-orang di luar sana yang mau ngurusin hal semacam itu.” Pemikiran seperti inilah yang mampu menghambat usaha banyak orang dalam melakukan aksi pelestarian. Sifat acuh tak acuh dalam diri seseorang dapat mempengaruhi tindakannya sehingga terbiasa melakukan hal-hal yang merusak. Akibatnya, usaha yang dilakukan banyak orang untuk melestarikan keindahan alam akan sulit mencapai tujuannya. Oleh karena itu, kesadaran setiap individu menjadi kunci utama untuk mempertahankan keindahan alam yang telah diberikan.

Keindahan alam yang dirasakan oleh semua orang sejatinya merupakan karya dari tangan Allah. Manusia seharusnya menyadari dan berupaya merawat apa yang diberikan Allah sendiri sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah. Dalam Amsal 3:19-22 berbunyi, “Dengan hikmat TUHAN telah meletakkan dasar bumi, dengan pengertian ditetapkan-Nya langit, dengan pengetahuan-Nya air samudera raya berpencaran dan awan menitikkan embun. Hai anakku, janganlah pertimbangan dan kebijaksanaan itu menjauh dari matamu, peliharalah itu.” Ayat ini mengingatkan bahwa manusia semestinya mampu menjaga apa yang telah Allah titipkan kepada mereka. Oleh karena itu, aksi nyata menjadi bagian penting dalam menjalankan tugas manusia untuk menjaga karya-Nya.

Redaktur: Vercellio Aviel Eleanor (SMA Seminari Menengah St. Petrus Canisius Mertoyudan Magelang)

Editor: Catharina Menur Sekar Putih

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *