Kebersamaan dalam Keberagaman: Pengalaman Mahasiswa Sanata Dharma dan Swinburne di Desa Wisata Kebonagung

Pada Rabu, 20 November 2024, Mahasiswa Universitas Sanata Dharma dan mahasiswa Swinburne University of Technology akan melanjutkan dinamika bersama dalam rangka kunjungan, yang telah diawali dengan kuliah umum dan city tour pada Selasa, 19 November 2024. Hari kedua dinamika akan dilaksanakan di Desa Wisata Kebonagung, Bantul. Rangkaian kegiatannya adalah menanam padi, membajak sawah, bermain permainan tradisional, dan membatik.

Mahasiswa USD berangkat dari Kampus 1 pada pukul 8 pagi, langsung menuju daerah Prawirotaman untuk menjemput teman-teman mahasiswa SUT.

Setelah sampai di desa wisata, kami disambut oleh Pak Yuli, salah satu pengelola Desa Wisata Kebonagung. Sebelum memulai kegiatan, para mahasiswa diberi penjelasan tentang kegiatan sepanjang hari sembari menikmati kudapan yang diberikan, yaitu berupa jajanan pasar seperti kue putu ayu, kacang rebus, tempe keripik, dan juga wedang uwuh. Sebelum memulai kegiatan menanam padi, para mahasiswa diajak bermain game yang dipandu oleh salah satu pengelola desa wisata juga.

Seusai diberi penjelasan, semua mahasiswa beserta pendamping pun memulai kegiatan yang diawali dengan menanam padi dan membajak sawah secara  tradisional menggunakan kerbau. Mahasiswa Swinburne tampak antusias untuk mengikuti kegiatan ini, mereka satu persatu mencoba membajak sawah dengan menaiki kerbau dimana hal itu adalah pengalaman pertama bagi mereka.

Pukul 10.00 WIB seusai kegiatan menanam padi, mahasiswa SUT kembali diajak melakukan kegiatan berikutnya berupa permainan tradisional. Permainan yang mereka mainkan berupa egrang, bakiak, dan juga egrang batok kelapa. Mereka mencoba satu persatu memainkan beberapa permainan ini, baik secara individu maupun kelompok.

Tiba waktu makan siang, mahasiswa SUT dan USD pun menyelesaikan permainan tradisional dan melakukan istirahat sembari makan siang. Makan siang ini berupa kenduri, dimana disediakan berbagai macam bentuk makanan seperti nasi uduk atau nasi biasa, berbagai macam sayur dan lauk pauk, ayam kampung utuh (ingkung), kolak, buah, maupun kerupuk dan juga jajanan pasar seperti ketan dan apem.

Setelah makan siang, kegiatan terakhir di Desa Wisata Kebonagung untuk menutup kunjungan mahasiswa swinburne ini adalah membatik. Disini, kami diajari membatik secara tradisional, yaitu batik tulis. Baik mahasiswa Sanata Dharma maupun Swinburne University tampak senang dan antusias mengikuti kegiatan ini. Proses yang panjang dalam membatik tidak begitu memberatkan bagi kami, karena semua merasa senang dan menikmati proses membatik dari awal hingga akhir.

Baca juga: Dinamika Bersama Mahasiswa Universitas Swinburn: Kuliah Umum dan City Tour

“Waktu nanem padi, itu sih yang paling berkesan menurutku, karena nggak pernah juga, kan. Baru pertama kali. Jujur, lebih respect gitu, karena kan mereka menghargai kultur kita gitu kan, jadi seneng banget lihat mereka mau belajar bahasa Indonesia, mau ikut main permainan tradisional kita.” Ungkap Carol, mahasiswa Program Studi Sejarah, Universitas Sanata Dharma.

Affy, mahasiswi dari Universitas Swinburne mengatakan, “Aku sangat suka membuat batik, itu adalah hal yang belum pernah saya lakukan sebelumnya, kebanyakan dari kami belum pernah melakukannya, tapi itu sangat santai, kami duduk dan membuat karya seninya, dan juga mempelajari hal baru.”

“Membuat batik sangat menyenangkan, itu sangat susah, aku sangat respect terhadap orang-orang yang bisa melakukanya dengan baik. Itu sangat menantang, tapi itu semua berakhir sangat cantik. Menanam padi juga sangat menyenangkan, itu sangat panas, tapi kita semua bercanda bersama, lalu kami menaiki kerbau, sangat lucu.” tambah Lara, mahasiswi Universitas Swinburne.

Dr. Sal Clark, dosen pengajar Politik dan Sosiologi di Universitas Swinburne menambahkan bahwa, “Dua hari terakhir sangat sangat menyenangkan. Mengunjungi desa hari ini terasa sangat unik sebagai sebuah pengalaman baru. Ini (makan siang berupa kenduri) adalah salah satu makanan terbaik yang pernah saya makan.”

Redaktur: Adela Helga Christabelle dan Alfina Shalsa Damayanti

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *