Realisasi Demokrasi di Indonesia

Sebagai negara yang demokrasi Indonesia sudah memiliki jati diri yang baik di mata dunia. Namun apakah negara yang demokrasi saja sudah cukup untuk kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat? Apakah negara kita sudah menjalankan demokrasi dengan baik, adil, dan jujur? dan sejauh mana kualitas demokrasi di Indonesia? Pada tulisan ini saya akan memaparkan bagaimana demokrasi di Indonesia berjalan dan bagaimana pemerintah merealisasikan demokrasi tersebut.

Menurut KBBI demokrasi adalah bentuk atau sistem pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya. Melihat pengertian dari demokrasi kita sudah mempunyai bayangan bagaimana seharusnya demokrasi itu berjalan dalam sebuah negara. Negara kita Indonesia adalah negara yang demokrasi sehingga ada kalimat yang menjadi semboyan pemerintah kita “Dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat”. Kalimat tersebut menjadi pedoman dan hak yang tentu sebagai rakyat harus kita junjung. Namun pada faktanya demokrasi Indonesia tidak sejalan dengan pedoman tersebut. Banyak kasus pelanggaran demokrasi yang terjadi di Indonesia. Pemerintah dan pihak berwajib seakan tidak ingat lagi dengan kalimat semboyan kita sebagai negara demokrasi. Tentu tidak mudah merealisasikan sebuah sistem, tetapi bagaimana dengan keadilan dan kejujuran? Menurut saya bukan tentang mudah atau tidaknya sebuah sistem tersebut dijalankan namun mau atau tidaknya menjalankan sistem tersebut. Berikut saya akan menyampaikan permasalahan pelanggaran demokrasi yang kerap terjadi dan bagaimana tindakan lembaga hukum dan pihak berwajib mengatasinya.

Pelanggaran Demokrasi

Contoh pelanggaran demokrasi yang terjadi adalah kecurangan pemilu, pembatasan hak mengemukakan pendapat, dan politik uang. Salah satu bukti nyata pelanggaran demokrasi terjadi di kota Jember. Pada 15 Desember 2021 media radio Jember memberitakan tentang kecurangan yang terjadi saat Pemilihan Kepala Desa (Pilkades).

Awal mula diketahui kecurangan tersebut saat salah satu kandidat yaitu Nidhomudin melaporkan kepada Bupati Jember prihal dugaan kecurangan yang terjadi. Nidhomudin beserta pengacara melayangkan tuduhan tersebut beserta dengan berkas bukti. Dikatakan ada 4 bukti kecurangan dalam pelaksanaan pilkades di Desa Mojomulyo.

Suryono menjelaskan, bukti-bukti itu yakni adanya penggelapan daftar pemilih sementara, Lalu amputasi daftar pemilih tetap, Juga ada sejumlah pemilih yang tidak boleh mencoblos, meski namanya sudah tercantum di daftar pemilih tetap. Selain itu, tim pengacara mengungkap dugaan pemalsuan data NIK.

Melihat kasus nyata yang terjadi terhadap pelanggaran demokrasi di Desa Mojomulyo yakni kecurangan dalam Pilkades tersebut, bisa kita nilai bahwa demokrasi di Indonesia belum berjalan dengan baik. Menurut saya kasus tersebut bisa merusak citra baik negara Indonesia sebagai negara pelopor demokrasi di Asia. Demokrasi kita berpusat pada UUD dan Pancasila, tetapi belum sejalan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam UUD dan Pancasila.

Kecurangan merupakan awal mula tumbuhnya sikap ketidakjujuran dan ketidakadilan seorang pemimpin. Pada kasus di atas dikatakan bahwa yang melakukan kecurangan adalah pihak lawan dari kandidat Nidhomudin. Seorang calon pemimpin bagi rakyat seharusnya memiliki sikap yang kooperatif, adil, dan jujur. Namun jika di awal saja sudah melakukan kecurangan maka tidak bisa dikatakan dia adalah seorang calon pemimpin apalagi negara yang ia tempati adalah negara demokrasi.

Pihak berwenang harus dengan sigap dan tegas melakukan investigasi lebih lanjut tentang kecurangan tersebut, karena hal ini tidak hanya berkaitan kalah atau menangnya lawan namun juga berkaitan dengan kesejahteraan rakyat juga. Bisa dibayangkan jika rakyat yang harusnya dipimpin oleh pemimpin yang bertanggung jawab dan berwibawa namun harus dipimpin oleh seorang yang serakah dan tidak adil. Tentu kesejahteraan rakyat tergantung pada pemimpinnya, oleh karena itu jika pihak berwajib tidak menindaklanjuti kasus itu maka bisa dikatakan bahwa mereka mendukung kecurangan dan ketidakadilan di negara yang demokrasi ini. Kasus yang mungkin dianggap sudah lumrah oleh sebagian orang ini sebenarnya awal mula lunturnya demokrasi di Indonesia.

UUD

Sejak Amandemen II UUD 1945, negara kita adalah negara hukum dan sekaligus juga mengakui bahwa yang berkuasa adalah rakyat (demokrasi). Hal ini dapat dibaca dalam Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi “Kedaulatan di tangan rakyat dan dilakukan menurut UUD” dan “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Maka jika kasus kecurangan saja tidak bisa diselesaikan menurut saya itu menjadi awal bahwa negara Indonesia belum bisa dikatakan negara demokrasi yang baik. Semoga sebagai negara yang demokrasi pemerintah tidak mengabaikan kasus sekecil apa pun tentang pelanggaran demokrasi Terlebih lagi untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat yang harus memiliki pemimpin yang bertanggung jawab dan adil.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *