Halo teman Karsa, jumpa lagi dengan edisi resensi film. Teman Karsa sudah tidak asingkan dengan nama Angga Dwimas Sasongko. Sutrada film yang dua tahun belakangan ini cukup produktif membuat film pendek dan film layar lebar. Kali ini Karsa akan menbahasa resensi film Menanti Keajaiban buah Karya Angga Dwimas Sasongko. Sukses dengan film Nanti Kita Cerita Hari Ini yang tayang pada 2019, Mas Angga membuat film pendek kolaborasi bersama Padi Reborn yaitu Menanti Keajaiban. Film ini dibuka dengan adegan dua sahabat yang bekerja sama menulis novel. Pada awal cerita saya merasa ini biasa saja. Lalu mulai melewati menit kesepuluh mulai terasa menarik. Dalam film ini menceritakan dua orang penulis yang menuliskan kisah dua tokoh. Uniknya dua tokoh itu juga benar-benar ada. Hal ini mengingatkan saya pada film Supernova Kesatria Putri dan Bintang Jatuh novel karya Dee Lestari yang disutradarai oleh Rizal Mantovani.
Baca juga: Pieces of A Woman: Ruang Duka Perempuan
Kinan seorang cowok berkulit sawo matang tanpa ekspresi bertemu seorang cewek bernama Karin. Pertemuan mereka membuat perasaan cinta mulai tumbuh. Kinan lebih dulu sadar kalau mereka pernah bertemu sebelumnya. Sayangnya Karin tidak merasakan hal yang sama. Pada adegan yang diulang saya merasa ini sisi unik dan menarik dari film ini. Saya kira ini akan menjadi film klise percintaan pada umumnya. Mas Angga sukses membuat saya terpukau dengan film pendek ini. Mulai dari pemilihan aktor, tata rias, musik, dan latar sangat sesuai dengan jalan cerita. Pencahayaan pada film ini juga tidak ada kesan yang berlebihan terlihat natural. Proses pembuatan film ini hanya menggunakan ponsel membuat saya tambah kagum.
Ada beberapa dialog yang membuat saya berpikir. Percakapan antara Kinan dan Karin tentang normal. Apa itu normal? Normal seperti apa yang dipandang oleh kita? Di dunia nyata tidak jarang kita merasa aneh dan takut dicap tidak normal. Tetapi bukankah ini yang membuktikan bahwa kita unik dengan caranya masing-masing. Percakapan tentang kebetulan serendipity. Saya pribadi tidak percaya sama yang namanya kebetulan. Semua ini sudah diatur oleh semesta. Entah itu hal yang baik atau buruk. Hanya mungkin kita yang tidak sadar akan hal itu.
Tidak hanya perdebatan Kinan dan Karin. Perdebatan tokoh Hana dan Rio juga membuat saya menyadari sesuatu. Pada film ini ada adegan dimana Hana begitu overthinking akan karya yang ditulis, dia ragu dan tidak yakin. Rio menyarankan pada Hana untuk bekarya sesuai hati. Hal ini menjadi tamparan bagi saya yang kerap kali kurang percaya diri dalam bekarya.
Film ini menggambarkan cerita cinta yang tidak klise. Bahkan menurut saya dekat dengan realita. Bertemu tanpa sengaja, kenalan, jalan berdua, deep talk, dan mengantar pulang. Hal ini sering terjadi antara cowok dan cewek di dunia nyata. Menariknya Mas Angga tidak memanjakan kita dengan ending yang pasaran. Cerita diakhiri dengan tanda tanya yang hadir di kepala penonton. Banyak pesan tersirat dari film ini yang bisa diambil. Misal, jangan terlalu sering melewatkan sesuatu.