Ananda Aditya Firdaus, mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia di Universitas Sanata Dharma (USD), menerbitkan buku antologi puisi pertamanya pada akhir tahun 2023 lalu, berjudul Sastra Merayu: Mawar Merah Untuk Kekasihku. Dalam buku pertamanya, Nanda, begitu ia kerap disapa, ingin menyampaikan sudut pandang pribadinya terhadap peristiwa-peristiwa objektif.
Nanda menyukai puisi sejak tahun kedua sekolah menengah atas, ketika ia hidup dengan orang-orang yang juga menyukai puisi. Setelah membaca banyak buku dan bertemu dengan Joko Pinurbo, seorang penyair tanah air, Nanda menjatuhkan minat sepenuhnya pada puisi. Hal ini membawanya untuk berkuliah di Prodi Sastra Indonesia USD karena ia ingin mengetahui lebih dalam tentang “apa itu puisi?”.
Nanda juga aktif dalam kegiatan mahasiswa yang berkecimpung di dunia ekspresi sastra di kampusnya. Ia beberapa kali berkesempatan untuk menunjukkan bakatnya dalam pembacaan puisi, seperti pada beberapa acara panggung ekspresi sastra.
Puisi-puisi yang Nanda tulis, merupakan ungkapan segala sesuatu yang ada pada dirinya. Dalam hal ini, Nanda mengajak pembacanya untuk menyadari kenyataan melalui sudut pandangnya. Puisi yang Nanda pilih dan gunakan untuk mengisi buku ini adalah puisi-puisi terbaru. Ia tidak memiliki sumber inspirasi tertentu. Baginya, menulis adalah tentang sebuah awal yang dimulai.
“Sama seperti menulis itu sendiri, harus dimulai. Mungkin itu jadi awal, ya,” ucapnya.
Cukup lama memiliki ketertarikan terhadap puisi, Nanda berharap buku ini dapat menjadi sarana untuk mendapatkan respons dari orang-orang sekitarnya mengenai puisi-puisi miliknya. Hal ini merujuk pada evaluasi diri Nanda terhadap karya-karya miliknya dan bagaimana ia menekuni minat puisi ini.
Nanda merasa bahwa semua orang yang menulis pasti ingin memberikan dampak. Maka, ketika karyanya sudah dapat dibaca oleh orang-orang, menurutnya itu sudah merupakan hal yang cukup baik. Beberapa teman Nanda juga memberikan apresiasi terhadap buku antologinya. Namun, tampaknya Nanda merasa perlu adanya sebuah kritik terhadap karya miliknya.
Ke depannya, Nanda berencana untuk mengembangkan minat puisinya dan mungkin membuat karya-karya lain di masa yang akan datang.
Tanggapan dosen
Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum., Dekan Fakultas Sastra USD sekaligus dosen pengampu mata kuliah Puisi Indonesia, memberikan apresiasi terhadap karya mahasiswanya.
Yapi mengungkapkan rasa senang dan bangga karena seorang mahasiswa sastra bisa menerbitkan buku karya sastra. Ia juga memberikan tanggapan mengenai puisi-puisi yang terdapat dalam buku antologi tersebut.
“Nanda ini berpikir tidak sesederhana hubungan romantisme biasa, tetapi dia berpikir tentang semacam situasi batas manusia. Ada pemikiran-pemikiran yang mendalam situasi manusia. Tema umum romantisme, percintaan itu kan sepertinya umum, tapi dihadapan penyair ini hubungan romantisme dan hubungan cinta itu digali menjadi sebuah permenungan yang mendalam yang tidak hanya sekedar cinta dan romantisme saja,” ujar penulis antologi puisi Ballada Arakian ini.
Apresiasi yang diberikan juga berhubungan dengan penyampaian puisi dengan gaya bahasa yang interaktif terhadap pembaca. Yapi merasa bahwa Nanda punya kemampuan yang cukup baik dalam membuat metafora di dalam puisinya.
“Ada unsur-unsur metafora yang bagus. Kekuatan puisi itu kan, ada pada kemampuan penyair menciptakan metafora-metafora dengan gaya-gaya bahasa yang membuat pembacanya itu berpikir, berimajinasi tentang metafora-metafora itu sehingga membuka peluang untuk penafsiran yang lebih luas,” imbuh Yapi.
Sebagai dosen, Yapi berharap akan semakin banyak mahasiswa sastra yang menghasilkan karya. Baginya, penerbitan antologi puisi oleh Nanda ini juga bisa menjadi awal agar lebih banyak penyair-penyair yang lahir dan menghasilkan karya.
Editor : Helena Setiasari