Rabu, (25/01) Unit Kegiatan Program Studi (UKPS) Bengkel Sastra, Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma (USD) mengundang para pecinta puisi untuk berdinamika bersama pada kegiatan musikalisasi puisi. Acara yang digelar di Dinamika Edukasi Dasar (DED) ini bersifat gratis dan terbuka untuk umum.
Kegiatan yang mengangkat tema “identitas” ini di mulai pada malam hari pukul 19.00 WIB. Meski diselenggarakan dikala libur semester, hal ini tidak menyulutkan api semangat anggota Bengkel Sastra untuk tetap berkarya.
“Kami mengangkat tema identitas dengan alasan karena adanya krisis identitas pada masyarakat saat ini, dan mungkin ada banyak orang yang merasa relevan karena mereka tidak berani atau bingung untuk mengekspresikan apa yang mereka rasakan.” ucap Imanuel Ronaldo, pengiring musikalisasi pada malam itu.
Karena masa pandemi yang cukup panjang, kegiatan yang dimiliki oleh para penggiat sastra pun semakin terbatas. Dalam kondisi ini, Bengkel Sastra memiliki tekad tersendiri untuk bangkit dan mulai membangun kembali fondasinya.
“Kegiatan ini diadakan dengan tujuan untuk mengisi dan membangkitkan kembali kegiatan Bengkel Sastra yang sudah lama tertidur.” ujar Raihan, si pembaca puisi.
Ada tujuh buah puisi yang disenandungkan pada “Mantra Malam-Malam” kala itu, diantaranya ada “Niskala” karya Raihan Syaiful Islam, “Kau Ini Bagaimana atau Aku Harus Bagaimana” karya Gus Mus, “Sajak kepada Bung Dadi” karya Wiji Thukul, “Hilang, 20” karya Imanuel Ronaldo, “Sia-sia” karya Chairil Anwar serta “Rick dari Corona” dan “Seonggok Jagung” karya W.S. Rendra.
Musikalisasi dan pembacaan puisi dipilih bukan atas dasar yang tak berarti. Selain karena pembawaannya yang cukup fleksibel, kegiatan ini juga dapat memberi kesempatan bagi penonton lain untuk ikut membaca.
“Mungkin belum banyak temen-temen yang tahu soal acara ini, jadinya belum rame. Tapi, menurutku udah joss banget, karena udah mau merealisasikan sebuah keinginan. Temen-temen juga ngasih kesempatan ke yang dateng buat baca puisi.” ungkap Esti, penonton yang membaca salah satu puisi karya Chairil Anwar.
Sayangnya, malam itu pembimbing sekaligus senior mereka yang memiliki sapaan akrab mas tengik tidak dapat hadir untuk menonton. Meski begitu, dukungan dan semangat terus diberikan dari balik layar. Kendala pun juga turut dialami oleh Raihan dan El selaku penampil dan pelaksana.
“Karena kurangnya sumber daya manusia (SDM) di masa libur semester dan kurangnya waktu persiapan, kami merasa musikalisasi puisi lah yang paling tepat untuk direalisasikan pada acara malam itu. Ada sedikit kendala tempat dan waktu untuk melakukan latihan rutin, dikarenakan kami juga bekerja dikala masa persiapan berlangsung.” tutur penulis puisi “Niskala” tersebut.
Harapan besar juga datang dari dua pelakon pada acara malam itu. Kedepannya mereka berharap agar acara ini dapat menjadi batu loncatan untuk meneruskan jiwa bersastra para anggotanya yang sempat luput dari organisasi Bengkel Sastra.
“Harapannya semoga kegiatan ini dapat terus berlanjut dan menginspirasi anggota yang lainnya untuk melanjutkan legacy organisasi ini yang dalam beberapa waktu terakhir sempat padam.” kata gitaris yang akrab disapa El tersebut.