NONTON DI BIOSKOP

Akhir-akhir ini, produksi film horor Indonesia sedang meramaikan jajaran tayangan bioskop. Aku dan temanku, Felix, berencana untuk menonton salah satu film tersebut, yaitu Pemandi Jenazah. Kami mencari bioskop yang dekat dan murah. Lalu, kami teringat salah satu mal di kota ini yang terkenal sangat sepi pengunjung. Kami mencari tahu alamat, harga tiket, dan jam tayang film Pemandi Jenazah di bioskop tersebut. Setelah mencari tahu lebih lanjut, kami setuju untuk menonton di bioskop mal itu tanggal 15 Maret 2024, pada jam tayang pukul 11.45 WIB.

Aku dan temanku pergi ke mal itu menggunakan sepeda motor. Untuk menuju basement, kami perlu melewati lorong yang menurun. Ukuran lorong itu cukup sempit, berbeda dengan basement mal lainnya yang lebih luas. Setelah memarkir motor, kami masuk ke dalam mal. Kami merasa sangat asing dengan bangunan mal tersebut. Perasaan takut mulai muncul ketika melihat lift yang tembus pandang dengan kaca bening di setiap sisinya. Dengan menatap kabel lift yang sedang naik turun, membuat perasaanku tidak enak. Kami memasuki lift dan menekan tombol nomor sesuai dengan lantai keberadaan bioskop. Setelah kami keluar dari lift, sebagian lantai di luar bioskop seperti gedung yang masih dalam tahap pembangunan.

Kami masuk ke area bioskop dan membeli dua tiket sesuai dengan jam yang telah disepakati. Sebelum masuk ke studio bioskop, kami pergi ke toilet. Aku menuju toilet wanita dan Felix ke toilet pria. Saat aku masuk ke toilet, suara iklan film dari bioskop terdengar jelas melalui speaker, termasuk iklan film horor yang mencekam. Suara tersebut membuat suasana di dalam toilet terasa menyeramkan. Aku cepat-cepat menyelesaikan keperluanku dan keluar dengan perasaan tidak nyaman. Beberapa detik kemudian, Felix juga keluar dari toilet dengan ekspresi wajah yang sama, ketakutan.

Melihat jam yang mendekati penayangan, kami memutuskan langsung masuk ke studio yang tertera di tiket. Dengan langkah berat, kami menaiki tangga menuju baris kursi E. Aku melihat hanya ada dua wanita duduk di barisan D, tepat di belakang kami. Sesekali, aku menoleh ke pintu masuk, berharap ada orang lain yang masuk. Namun, hingga film dimulai, tak ada seorang pun yang datang. Setelah 20 menit berlalu, tiba-tiba dua atau tiga orang masuk bersamaan. Aku mengira mereka akan duduk di deretan kami, tetapi mereka terus berjalan melewati baris kursi E. Kanan dan kiri kami tetap kosong, sama seperti dua wanita di baris D. Suasana pun semakin mencekam, membuatku merasa ketakutan.

Selama film diputar, aku merasakan Felix terus bergerak, mengganggu fokusku. Aku menegurnya, berharap dia sadar dan berhenti, tetapi dia terus saja bergerak. Rasa kesal bercampur ketakutan semakin kuat dengan setiap adegan film yang mencekam. Film ini tidak memberiku waktu untuk bernapas atau bersantai, dengan banyak adegan jumpscare yang membuatku terkejut dan sesak napas. Aku mencoba menenangkan diri dengan menutup mata dan mengatur napas tetapi jantungku tetap berdetak kencang, seolah-olah dipompa. Dari sisi sampingku yang lain, perasaan tidak enak seakan menghantuiku, padahal kursi di sebelahku kosong. Suasana semakin mencekam, membuatku merasa ada sesuatu yang tidak beres. 

Aku dan Felix merasa sedikit lega saat lampu studio mulai dinyalakan, menandakan film ini telah berakhir. Aku melihat jam sudah menunjukkan pukul 13.40 WIB. Kami keluar dari bioskop dan langsung menuju basement, tempat kita memarkirkan motor. Aku menyalakan motor sembari menunggu Felix untuk naik dibelakangku. “Karla, mau tau sesuatu hal yang menarik gak?” celetuk Felix yang ku kira ingin membahas masalah seputar perkuliahan. Tak kusangka, dia kembali membahas kejadian di dalam studio tadi. 

Felix mengaku bahwa dia hanya bergerak saat pertama kali kutegur, karena dia sendiri ketakutan. Aku langsung berpikir, jika bukan dia, siapa yang bergerak di deretan kursi kami? Aku sangat yakin pergerakan itu berasal dari sebelahku, tempat Felix duduk. Dua wanita di belakang kami tidak mungkin karena posisi mereka tidak persis di belakang kami. Dua atau tiga orang yang datang terlambat duduk di baris C, jauh dari kami. Perbedaan pergerakan yang kurasakan jelas bukan berasal dari tendangan belakang. Perasaan takutku semakin bertambah mendengar penjelasan Felix, apalagi bayangan film tadi masih menghantuiku.

Aku memutuskan langsung menancap gas motor untuk segera pergi dari basement mal ini. Tentu kami tidak lupa untuk membayar parkir motor terlebih dahulu. Melihat cahaya dari luar gedung membuat perasaan kami sangat lega. Entah mengapa, rasa takut dan merinding tadi terasa jauh lebih intens saat kami berada di dalam gedung mal. Kini, di bawah sinar matahari, ketakutan itu perlahan menghilang, seolah meninggalkan kami bersama bayang-bayang mal tersebut.

Cerita dari: Karla

Editor : Catharina Menur Sekar Putih

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *