Gaya Berpakaian Mahasiswa: Antara Kerapian, Kenyamanan, dan Ekspresi Diri

Rapi atau kasual? Pertanyaan sederhana inilah yang menjadi penentu gaya berpakaian mahasiswa. Pakaian menjadi identitas diri dan cara mahasiswa mengekspresikan diri. Kepribadian dan aktivitas setiap mahasiswa yang berbeda menghasilkan gaya berpakaian yang bervariasi. Di Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma, ada mahasiswa yang memilih berpenampilan rapi dengan kemeja, celana bahan, dan sepatu. Di sisi lain, ada juga yang memilih mengenakan kaus dan celana jeans yang lebih santai. 

Rapi dan Sesuai Aturan vs. Kasual demi Kenyamanan

Bagi sebagian mahasiswa, berpakaian rapi adalah sebuah keharusan untuk menunjukkan kedisiplinan. “Kalau aku, ya, pasti jawabannya rapi. Rapi, wangi, disiplinlah. Yang diajari kampus itu juga berpengaruh dalam dunia kerja nanti, cara berpakaiannya,” ucap Andre, mahasiswa Program Studi Sejarah angkatan 2023.

Peraturan Universitas Sanata Dharma sendiri sebenarnya telah menerangkan cara berpakaian yang tepat di lingkungan kampus. Ibu Dr. Fransisca Tjandrasih Adji, salah satu dosen di Program Studi Sastra Indonesia, mengatakan, “Sebenarnya ada aturan tertentu, ya, di universitas itu. Saya lupa itu dicantumkan di mana. Itu aturannya bahwa mahasiswa tidak boleh pakai kaos oblong, juga tidak boleh pakai sendal jepit, juga tidak boleh pakai celana yang, apa namanya, yang robek-robek gitu. Jadi ada aturannya seperti itu. Pokoknya rapi dan sopan, terus ada ketentuan yang tidak boleh dipakai.”

Di sisi lain, banyak mahasiswa yang lebih memilih gaya berpakaian yang santai dan nyaman. Alasan mereka beragam, mulai dari kenyamanan, faktor cuaca, hingga keinginan untuk mengikuti tren masa kini.

Althof, mahasiswa Program Studi Sastra Inggris angkatan 2023, mengaku lebih suka berpakaian kasual karena tidak tahan dengan teriknya Kota Jogja di siang hari. “Kan emang Jogja kalau siang itu panasnya kebangetan, kan,” katanya.

Pandangan yang Beragam

Gaya berpakaian yang kasual memang menguntungkan bagi mereka yang suka memadupadankan outfit. “Ningkatin percaya diri, bisa lebih mengikuti era yang lebih maju di jaman sekarang dalam hal berpakaian. Mungkin juga kayak, ‘Ih di Sastra itu orangnya stylish banget,’ itu dampak positif kok, biar enak dilihat,” ucap Dita, mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia angkatan 2023.

Walau begitu, gaya berpakaian kasual tidak jarang menimbulkan kontroversi karena kurang sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku di universitas. Perlu diingat bahwa setiap universitas memiliki peraturan terkait gaya berpakaian, yang dibuat untuk menegakkan kesopanan dan menjaga citra universitas. Dosen pun tidak ragu menegur bila ada mahasiswa yang gaya berpakaiannya kurang sesuai dengan peraturan yang berlaku.

“Kadang kalo ada dosen yang menyinggung tentang pakaian crop top atau yang terbuka gitu kadang ngerasa takut dikit,” tambah Dita.

Kritikan tidak hanya datang dari para dosen. Mahasiswa fakultas lain pun sering bertanya-tanya terkait pakaian mahasiswa Fakultas Sastra yang terlihat lebih santai dan bebas dibandingkan mahasiswa fakultas lain.

Andre, seorang mahasiswa Program Studi Sejarah angkatan 2023, mengaku kerap menerima pertanyaan, “Kok kuliah pakai kaos oblong?” dari beberapa temannya yang berasal dari fakultas lain dan perguruan tinggi lain. Pertanyaan tersebut ia balas dengan, “Iya kami anak Fakultas Sastra nggak papa pakai kaos oblong.”

Pada akhirnya, yang terpenting adalah bagaimana mahasiswa bisa menyeimbangkan kenyamanan dan ekspresi diri dengan kesopanan dan kepatuhan terhadap norma yang berlaku di lingkungan kampus.

“Ekspresi bukan berarti ekspresi yang sebebas-bebasnya, tetap ada norma-normanya, ada nilai-nilainya, ada aturan-aturannya, sesuaikan dengan di mana teman-teman itu berekspresi,” tutur Bu Tjandra.

Editor: Laetitia Sugestian

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *