“Bahasa yang paling susah itu, Mandarin.”
Pernyataan di atas, mengenai bahasa Mandarin kerap kali dikaitkan dengan masyarakat Tionghoa di Indonesia. Cina Indonesia, atau biasa yang kerap kali disebut dengan Cindo merupakan masyarakat keturunan Tionghoa yang tinggal dan menetap di Indonesia. Berkaitan dengan rasnya yang berasal dari Tionghoa, banyak yang beranggapan bahwa masyarakat keturunan Tionghoa fasih dalam berbahasa Mandarin. Namun, pada kenyataannya, tidak semua masyarakat keturunan Tionghoa yang tinggal di Indonesia, fasih dalam berbahasa Mandarin.
Dalam wawancara bersama lima mahasiswa keturunan Tionghoa, Prodi Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma, memberikan fakta bahwa tidak semua masyarakat keturunan Tionghoa fasih dalam berbahasa Mandarin. Persentase tertinggi kefasihan mereka dalam berbahasa Mandarin, yaitu 35% dan persentase terendah sekitar 2%.
Meskipun tidak fasih, bukan berarti kelima mahasiswa tersebut tidak bisa berbahasa Mandarin. Mereka dapat dikatakan bisa berbahasa Mandarin. Hanya saja, mereka tidak fasih menggunakan bahasa tersebut dalam berbicara. Beberapa dari mereka mulai mempelajari bahasa Mandarin sejak sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP), yang menjadi mata pelajaran wajib.
“dr sd sih (dari SD sih), karna (karena) itu salah satu mapel (mata pelajaran) wajib di sekolah kuu,” ucap Novita salah satu mahasiswa Sastra Indonesia keturunan Tionghoa angkatan 2022.
“Karna (Karena) di sekolah jadi pelajaran wajib,” ucap Hanako salah satu mahasiswa Sastra Indonesia keturunan Tionghoa angkatan 2021.
“Mulainya SMP tapi cuma sampai SMA karena memang mata pelajaran wajib, tapi sekarang sudah tidak mempelajari lagi,” ucap Helena, salah satu mahasiswa Sastra Indonesia keturunan Tionghoa angkatan 2023 .
Meskipun sudah belajar sejak SD dan SMP, mereka tidak terlalu fasih dalam berbahasa Mandarin. Ketidakfasihan mereka dalam berbahasa Mandarin, dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, seperti tidak ada waktu untuk belajar, tidak ada motivasi untuk mempelajari, ingin fokus belajar bahasa Inggris, hingga pendapat mereka yang mengatakan bahwa bahasa Mandarin adalah bahasa yang paling sulit.
“Karna (Karena) sibuk kuliah, skrg (sekarang) berhenti dulu. Tapi kalau ada waktu, rencananya mau lanjut belajar lagi supaya lbh (lebih) mahir,” ucap Hanako.
“Karena susah dan harus diperhatikan banget dari nada bicara untuk formal atau non (formal), dan juga tulisannya. Jadi aku mengesampingkan untuk belajar bahasa Mandarin secara aktif,” ucap Siska, salah satu mahasiswa Sastra Indonesia keturunan Tionghoa angkatan 2022.
“Pertama, susah, Kedua emang nggak (tidak) biasa aja (saja). Karena dan itu sebetulnya berkaitan gitu, sih. Karena udah tau susah dan gak biasa, jadi gak bisa,” ucap salah satu narasumber yang tidak ingin disebutkan namanya.
“Ya, mungkin faktor utamanya karena keluarga intiku tidak ada yang bisa bahasa Mandarin jadi aku kurang termotivasi juga untuk mempelajari karena tidak bisa digunakan untuk berkomunikasi di rumah,” ucap Helena.
“Selain itu juga karena aku masih ingin mendalami dua bahasa yang paling dekat sama kehidupanku, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris,” lanjutnya.
Meskipun demikian, sebagian besar dari mereka tidak menyerah dalam belajar bahasa Mandarin. Tiga di antara lima mahasiswa tersebut, hingga kini masih memiliki niat yang tinggi untuk meningkatkan skill bahasa Mandarin mereka dan dua dari mereka yang menyerah dan tak ingin lagi belajar bahasa Mandarin. Hal itu karena mereka beranggapan bahwa bahasa Mandarin merupakan bahasa yang paling sulit untuk dipelajari.
“Ada, tentunya kita jadi memiliki skill tambahan yg blm (belum) tentu dimiliki juga oleh teman lainnya,” ucap Hanako.
“jelaz (jelas) adaaa, pgn (pengen) makin fasih lagii,” ucap Novita.
“Ya mungkin kalau aku ada kesempatan belajar bahasa baru setelah lulus kuliah nanti, pilihan pertamaku ya pasti bahasa Mandarin karena karya sastra yang ditulis dalam bahasa Mandarin juga tergolong beragam dan bisa dibilang paling terkenal di Asia, jadi prospek banget untuk diterjemahkan,” ucap Helena.
“Sekarang belum kepikiran mau belajar lagi karena ngerasa bahasa Mandarin tuh menurutku susah banget,” ucap Siska.
“Jujur, nggak (tidak). Karena susah. Dari semua bahasa yang pernah gue pelajari, bahasa paling susah itu Mandarin. Jadi, ya sampai saat ini gue belum menemukan sesuatu yang bisa memotivasi gw (gue) untuk belajar bahasa Mandarin,” ucap salah satu narasumber yang tidak ingin disebutkan namanya.
Editor: Catharina Menur Sekar Putih
Sumber gambar: Freepick