Sepucuk Pesan dari Hujan

Udara dingin malam ini terasa menusuk dengan cuaca tidak mendukung. Hal itu terekam jelas di netra indah milik seorang gadis yang sedang berjalan di antara banyaknya orang berlalu lalang. Kabut tebal seakan menjadi penghalang perjalanannya hingga kakinya berhenti pada sebuah bangunan klasik dengan interior kebarat-baratan. Dibukanya pintu bertuliskan open, semerbak aroma kopi mampu membuat siapa saja yang memasuki kafe tersebut merasa tenang. Merasakan ketenangan di kota yang tak pernah sepi. Aurora, salah satu pengunjung yang mencari ketenangan di kafe itu. Ia menghabiskan bercangkir-cangkir kopi untuk menemani sambil menyelesaikan bacaannya.

“Ra, kamu nggak ada niat buat pulang kah? Aku bosen lihat kamu baca buku berjam-jam, ini udah larut malem loh ga baik anak cewek masih di luar jam segini,” ucap Alaska, pemilik kafe sekaligus teman Aurora. 

“Bentar elah, lagian nih kopi juga aku bayar,” jawab Ara. Setelahnya ia melanjutkan kegiatan yang sempat tertunda karena pertanyaan temannya. Dengan nafas berat Alaska menarik kursi di hadapan Ara untuk diduduki. 

He’s just rain that comes without asking but unfortunately you like it.” Alaska membaca note kecil pada buku yang temannya pegang. Ara menghentikan kegiatannya, kini matanya tak lagi melihat sederet tulisan melainkan lelaki di hadapannya. 

Keduanya hening hanya suara tetesan air hujan yang mereka dengar, hingga akhirnya Ara membuka pembicaraan. 

“Kamu lihat hujan di luar itu ga Al?” tunjuk Ara ke arah jendela di mana mereka bisa dengan jelas melihat hujan, Alaska mengangguk sebagai jawaban.

“Itu luka yang hanya menyisakan rintiknya,” lanjutnya. Mata Ara memerah suaranya bergetar, ia tidak tahu jika kalimat itu berhasil merobohkan benteng pertahanannya. 

If you lose me one day, remember me by looking at.” lelaki paruh baya menunjuk ke arah hujan yang hanya menyisakan rintiknya. 

Rain,” lanjutnya. Ara menatap arah yang ditunjukkan ayahnya itu, ia tersenyum dan kembali memfokuskan pandangan kepada ayahnya. “Kenapa begitu? Hujan akan lebih bermakna jika ayah menemaniku melihatnya!” balasnya.

Ia benci dengan keadaan, keadaan di mana ayahnya selalu membicarakan hal yang berujung pada ‘pulang’. Setelah kepergian ibu, ayah kehilangan semangat dan tujuan hidupnya. Ayah selalu menyalahkan dirinya dan menganggap kematian ibu akibat kelalaiannya. 

“Kamu tau Ra, ayah suka suasana di mana hujan turun, tapi ayah tidak selamanya bisa merasakan itu. Jadi Aurora, kamu aja yang merasakan suasana hujan itu buat ayah dan juga untuk mengobati rindu jika suatu saat kamu rindu ayah.” Suasana menjadi hening. “Aurora sayang, kalau kamu lagi suntuk, bingung mau cerita ke siapa ketika ayah udah ga ada….. ceritalah ketika hujan turun, ayah janji sama kamu bakal mendengarkan semua keluh kesahmu,” lanjutnya.

Ara menangis ketika ingatan itu kembali. Ayahnya sudah pergi jauh ke tempat yang tak bisa ia datangi jika belum waktunya.  Ara sedih sekaligus lega, setidaknya ayah sudah bahagia sama ibu di sana. Alaska yang melihat temannya menangis refleks menyodorkan lap meja yang ia bawa. “Nih, aku ga ada tisu soalnya. Pakai lap meja aja ya, tenang ini masih bersih.” 

Ara tergelak lucu, ketika ia melihat tingkah konyol Alaska. Ara menerima lap meja tersebut dan mengelap air matanya sambil tertawa. “Bagus deh kalo bisa ketawa, jangan sedih lagi ya Aurora Rainaldy.” Ara mengangguk kecil setelah mendengar penuturan Alaska, dan setelahnya tertawa lagi mengingat tingkah laku Alaska, yang ditertawai hanya kikuk dan malu. 

“Ra, hujannya udah reda, kamu mau pulang atau aku kunciin di sini?” Alaska beranjak dari tempat ia duduk dan berjalan ke arah pintu keluar.

“ALASKA TUNGGU ANJIR!” Ara berlari ke arah Alaska dan orang yang ia tuju hanya tertawa.

Thanks ya Al, udah mau dengerin ceritaku hari ini. Maaf jadi ngerepotin karena aku, kamu harus pulang tengah malem dari kafe,” tutur Ara. Ia merasa bersalah terhadap temannya. Alaska mengangguk sebagai jawaban. Tanpa menunggu waktu lama, Ara segera pamit dan pergi meninggalkan Alaska. 

Ternyata benar kata Ayah, hujan bisa memberikan suasana tenang bagi penikmatnya. Tak heran jika hujan mempunyai daya tarik tersendiri bagi pecandunya. “Setiap hujan turun banyak menyisakan kenangan, kita tidak bisa menghentikan setiap tetesnya. Bagaimana kita bisa menghentikan tetes air dari langit? Selain menunggu selesai dengan sendirinya,” gumam Ara penuh makna di setiap katanya. 

Terima kasih hujan darimu semua cerita itu ada, darimu semua itu kembali nyata. Peluk selalu ayah dalam hangatnya dekapanmu. Sampaikan salamku padanya “Ayah Ara rindu, lihat Ara sekarang tidak selemah dulu. Ayah berhasil mendewasakan Ara walau lewat luka…. Until we met in the next life, my greatest man,” ujar Ara dengan senyum bangga pada dirinya. 

Editor : Catharina Menur Sekar Putih

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *