Rabi’ah mencoba merogoh kunci dari kantong sakunya, sialnya yang di dapatkan hanyalah sebuah permen, hasil kembalian dari membeli bolpoin di toko kelontong yang berada di depan kantor kecamatan. Lalu Rabi’ah meletakkan tasnya dan mencoba mencari dengan teliti di mana ia menaruh kunci motornya itu. Rabi’ah terus mencari dan menggerutu “hari sial tidak ada dalam kalender”. Semenjak itu, raut wajahnya berubah seolah dikejar anjing jantan milik Pak RW. Matanya yang tadi berkilau kini menjadi sayu dan ketakutan seperti murid yang diperintah push up 58 kali oleh guru olahraganya. Namun, Rabi’ah tidak putus asa, ia terus mencari dengan saksama. Satu demi satu buku dikeluarkan dari tasnya dan membuka satu persatu lembar kertas pada bukunya. Sambil mencari Rabi’ah bertanya kepada dirinya sendiri. “Apa iya, kunci seperti itu bisa menyelip di buku? Mungkin saja, amplop aja bisa nyelip di jari-jari.”
Baju OSIS yang tadi terlihat rapi kini dibasahi keringat yang keluar dari ketiaknya. Gadis muda itu masih saja panik dan terus mencari. Dari arah belakang muncul seseorang yang bernama Ardi, yakni teman sekelasnya.
“Nyari apa Rab?” tanya Ardi.
“Kunci.” Teriaknya dengan keras.
“Emang tadi ditaruh dimana?”
“Hassh!! kalau tau ngapain aku cari.”
“Coba tanya Pak Satpam!”
“Iya, nanti.” Jawabnya dengan ketus.
“Ya sudah, aku duluan Rab. Mau nganter Ani.”
Belum sempat Rab’iah, menjawab, Ardi sudah memalingkan badannya. Ardi lalu pergi mencari letak di mana ia memarkirkan motornya. Dalam hati, Rabi’ah menaruh curiga pada Ardi. Kenapa tidak? Ardi adalah laki-laki paling jail di kelasnya. Bisa saja ia diam-diam menyembunyikan kunci motornya.
Rab’iah, terus saja melotot ke arah Ardi. Barangkali ia akan menghampirinya dan menyerahkan kunci yang ia sembunyikan. Ternyata tidak, rasa curiga itu hanyalah perasaanya saja. Ardi melenggang saja melewati gerbang utama yang terbuka sebelah. Sekarang, Rabi’ah jengkel pada dirinya sendiri. Bagaimana bisa ia lupa menaruh kunci motornya? Akhirnya, ia melepas helm yang sedari tadi menempel di kepalanya seperti bekicot. Rambutnya yang hitam pekat dan terurai, kini basah oleh keringat. Sekarang umpatan demi umpatan dikeluarkan dari mulut mungil itu. Kursi satpam yang berukirkan burung merak menjadi pelampiasan. Ia merebahkan badannya ke kursi kayu itu.
36 menit sudah ia duduk di kursi satpam itu. Tiktok menjadi aplikasi penghibur sejenak bagi Rabi’ah. Tak lupa, ia juga bergoyang pargoy untuk menghibur diri. Ia sudah melupakan masalahnya. Sekarang waktunya Rabi’ah pulang. Rabi’ah berjalan menuju ke arah motornya. Seperti dilahirkan kembali rasanya, ternyata kunci motor yang ia cari sedari tadi berada di atas jok motornya. Dia tersenyum dengan bahagia, sembari menyalakan mesin motornya. Ia melihat wajahnya di kaca spion dan tak lupa ia mengumpati dirinya sendiri.
Editor : Catharina Menur Sekar Putri