Sampai saat ini, aku masih belum tau siapa yang membuka pintu kamar itu. Hari itu, aku hanya berdua dengan papa di rumah karena mama masih bekerja di kantor dan biasanya akan pulang setelah pukul 19.00 WIB. Rumah memang selalu tampak sepi sejak kakakku sudah tidak lagi tinggal di sini. Suasana rumah hanya diisi oleh aku dan papa. Ia biasanya bekerja di ruang kantor kecil yang terletak di lantai 1 rumahku.
Malam itu aku menuju ke lantai 2. Di sana terdapat tiga kamar tidur, yaitu kamarku, kamar mama, dan kamar kakakku. Kamar mamaku dan kakakku bersebelahan, sedangkan kamarku berada di seberang kamar mereka. Sejak kamar kakakku kosong, aku mulai tidur di sana. Awalnya tidak ada yang aneh, hanya aku yang menghabiskan waktu di kamar kakakku seperti biasa. Namun, pada saat itu, aku ingin buang air, jadi aku pergi ke kamar mandi yang berada di kamar mamaku. Satu hal yang kuingat baik-baik adalah, aku tau aku menutup rapat pintu kamar kakakku ketika aku keluar.
Memasuki kamar mama, aku menyalakan seluruh lampu di sana dan segera masuk ke kamar mandinya. Bisa dibilang, dinding kamar mandi mama berbatasan tepat dengan kamar kakakku. Jadi, suara apapun yang berasal dari kamar kakakku pasti bisa terdengar dari kamar mandi itu. Beberapa saat setelah aku menggunakan toilet, aku mendengar ada seseorang yang membuka pintu kamar kakakku. Aku pikir itu mama. Mama memang selalu mendatangiku ke kamar ketika ia tidak melihat aku di lantai bawah.
Membulatkan dugaanku, aku mulai berteriak, “Ma! Adek lagi di toilet!”. Namun, aku heran. Kenapa teriakanku saat itu tak mendapatkan balasan sama sekali? Ketakutan tiba-tiba menghampiriku. Aku mulai bernyanyi untuk mengalihkan perhatianku sebab ponselku tertinggal di kamar. Kegiatan di kamar mandi itu aku selesaikan dengan cepat. Kemudian, pelan-pelan aku melangkahkan kakiku keluar kamar mandi dengan masih diselimuti oleh rasa takut. Seharusnya mama langsung masuk ke kamarnya ketika tidak menemukanku di kamar sana. Namun, aku tidak menemukan mama di kamar saat aku keluar dari kamar mandi kamarnya. Tidak mungkin mama akan berdiam diri saja di sana, pikirku.
Saat itu, pintu kamar mama memang kubiarkan terbuka. Ketika aku melihat ke arah kamar kakakku, pintu di sana ternyata terbuka. Padahal aku ingat betul, bahwa aku sudah menutup rapat pintu kamar itu sebelum pergi tadi.
Kepalaku penuh dengan banyak dugaan. Segera aku berjalan ke arah tangga, berteriak dari sana untuk bertanya apakah papa naik ke lantai atas atau bahkan memasuki kamar. Sahutan dari papaku menyatakan bahwa papa tidak melakukan keduanya, ia masih bekerja di kantornya sejak tadi. Kembali aku memastikan sesuatu, “Mama udah pulang belum?” tanyaku pada papa. Papa mengatakan bahwa mama belum pulang. Dan saat itu aku benar-benar merasa kejanggalan karena ternyata hanya ada kami berdua di rumah pada malam itu.
Aku memutuskan untuk kembali ke kamar kakakku. Membuka pintu kamar yang terbuka sedikit itu secara perlahan. Dan benar, memang tidak ada siapa-siapa di sana. Aku duduk di ranjang, masih mencerna semua hal yang berkaitan dengan pintu kamar itu.
Logikaku menolak dugaan pintu kamar itu terkena angin. Lagipula tidak ada akses angin di sekitar sini, balkon lantai atas juga tertutup. Dan rasanya tidak masuk akal jika angin bisa membuka pintu begitu saja yang tadinya tertutup rapat. Jika pintu itu terbuka kemudian tertutup karena angin, ya bisa saja, tapi ini sebaliknya. Apalagi gagang pintu kamar itu cukup berat dan harus ditekan ke bawah sebelum akhirnya pintu bisa terbuka. Pada akhirnya, aku tetap tidak tau siapa yang membuka pintu kamar kakakku malam itu.
Cerita dari: Fransiska
Editor : Sabina Lintang