DENDAM MELEGAM

00:00

Hening dan berisik

Terdengar seperti lagu klasik

Terulang-ulang kaset rusak

Tetiba rasa sesak

Seperti diambang kematian

Semua-mua menjadi pikiran dan berakhir sia-sia

Selalu merunduk dan tertutup, diam tak mau menyahut

sendiri bertahan, terjerat, lalu hanyut 

.          .         .

Ingatan Sial

Mataku merasa tidak adil

Kaki bergerak bebas walau tanpa sandal

Tanpa ragu memilih 

Tanpa takut menentukan

Tanpa dosa kegirangan

Lupa jika ada yang terinjak

Bahkan tidak tahu ada yang terperangkap

Luka, rusak, sayat, cacat dari mereka

Sialan!

Ganjil dan tak adil

Si Luka yang duka

Si Lemah yang jamah

Si Ngerti yang terperinci

Jijik jijik

.          .         .

AMUK 

Wajah tertutup selimut, kesedihan takan luput

Mata sembab dan sayu sebab hilang percaya Ayu

Napas berat dan hangat sebab kesengsaraan amat

Patetis, kata iblis

Yang suaranya sebatas kerongkongan tahu rasanya menderita

Bukan sekedar air mata yang disebabkan luka

Bukan darah yang mengalir dari kepala

Tanyakan pada Anih, si paling punya cinta

Luka tidak pernah sesederhana kata hina

Sesak dada terpijak sebab luka yang dipupuk

Tonggak menancap hingga ubun karena beban yang tertumpuk

Pahit, getir, amis diaduk 

Rusuk, selangka, belikat jadi remuk 

AMUK AMUK AMUK

.          .         .

Ruang Tahanan

Meringkuk, menghadap si putih kecoklatan

Pintu dan kaca bergetar, napasanya pun tidak beraturan

Selimut kusut, terjerat dendam tertahan

Bantal tercekik, tak ingin membuat keributan

Merasionalkan diri, melepas semua jeratan

Warnanya terkelupas, penuh luka dan juga lebam.

Langit putih masih sama, belum sadar.

Masih sama, tidak ada yang bertanya kabar.

Tak mungkin kembali karena pintu sudah berakar

Semua hanya menunggu waktunya, hingga ruangan mulai terbakar.

.          .         .

Oasis (Mata Air Sahara)

Tunas segar, timbul di sana

Tekanan dada pun sirna

Tanjung gelap, bunga cahaya terbit dalam dada

Gairahnya memuncak, menganggap semua akan kelar dan selesai

Melangkah dengan akal yang semrawut

Seperti tidak kenal rasa takut

Semakin dekat, detak jantung semakin cepat

Semakin dekat, liur menetes ingin menenggak banyak-banyak

Cukup dekat, tapi seperti diberi sekat

Semakin terasa dekat, tapi hanya keringat yang didapat

Kelimpungan, celingak-celinguk mencari bantuan

Kembali menyerah dan kehilangan arah

Ia sekarat, tapi tetap berharap

Karya: Salma Syafira

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *