Gengsi adalah salah satu fenomena sosial yang begitu melekat dalam kehidupan kita. “Gengsi” adalah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan sikap seseorang yang siap melakukan apa pun untuk menjaga citra atau reputasi mereka di mata orang lain. Gengsi pada dasarnya berasal dari hasrat yang kuat untuk diakui, takut dipandang rendah, atau malu karena tidak mampu. Gengi dapat membantu bisnis Anda dalam beberapa situasi. Namun, gengsi dapat membahayakan kesehatan mental dan kehidupan sehari-hari jika melebihi batas rasional. Fenomena gengsi ini semakin meningkat dalam kehidupan kontemporer, terutama di era media sosial yang penuh dengan perbandingan, persaingan gaya hidup, dan standar pencapaian.
Kehidupan sosial sering menunjukkan bagaimana gengsi memengaruhi keputusan individu. Beberapa siswa berusaha mengikuti mode, membeli perangkat terbaru, atau berkumpul di kafe mahal untuk dianggap keren meskipun mereka tidak memiliki banyak uang setiap bulan. Ini menunjukkan bahwa gengsi telah mengubah prinsip penting dalam hidup seseorang. Di masa lalu, nilai-nilai tersebut berfokus pada kebutuhan dan kenyamanan individu. Sekarang, mereka berfokus pada perspektif dan perasaan individu. Akibatnya, banyak orang hidup dengan harapan sosial yang tidak realistis dan tidak sesuai dengan apa yang dapat mereka capai.
Kehidupan sehari-hari seseorang dapat berubah secara signifikan ketika gengsi mulai mengambil alih. Orang-orang yang terjebak dalam gengsi cenderung lebih banyak membelanjakan uang mereka untuk barang-barang konsumtif yang tampak mewah. Mereka lebih tertarik pada interaksi yang dapat meningkatkan status sosialnya daripada menjalin hubungan yang sebenarnya. Fokusnya adalah pembuatan citra di dunia maya, bukan pengembangan karakter dan kemampuan. Keberadaan hal-hal seperti ini jelas menyebabkan ketidakseimbangan. Banyak orang tampaknya bahagia dalam foto Instagram mereka, tetapi sebenarnya mereka tertekan. Ini mungkin karena mereka harus membayar hutang yang terlalu banyak atau karena mereka tidak merasa cukup dengan apa yang mereka miliki.
Gengsi memengaruhi gaya hidup dan kesehatan mental seseorang. Orang yang hidup dalam gengsi sering khawatir identitas mereka akan hilang. Persepsinya selalu berubah, tetapi dia tetap percaya bahwa dia harus tetap seperti yang dia lakukan agar orang bisa melihatnya. Kecemasan ini dapat bertahan lama. Sebagai contoh, seorang karyawan yang selalu berusaha membeli barang mewah untuk tampak baik kepada teman-temannya, akan selalu diliputi kekhawatiran jika suatu hari ketidakmampuannya terbongkar. Ini menimbulkan tekanan pikiran dan membuat dia tidak nyaman.
Gengsi biasanya dikaitkan dengan ketakutan dan perasaan tidak berguna. Tidak perlu menunjukkan prestasi atau kualitas dengan menjalani gaya hidup yang tidak realistis atau membeli barang mahal. Namun, orang gengsi menyembunyikan kerendahannya melalui hal-hal yang mereka lihat. Orang yang merasa gengsi tidak percaya pada diri mereka sendiri, mereka mencari pujian, pengakuan, atau perhatian dari orang-orang di sekitar mereka. Pola orang membuat mereka terjebak dalam siklus yang tidak sehat. Semakin mereka mencari validasi, semakin mereka merasa tidak cukup tanpanya. Akibatnya, salah satu hal yang dapat menyebabkan depresi atau gangguan mental lainnya adalah merasa tidak pernah mendapatkan pengakuan dari orang lain.
Baca Juga: Fasilitas Kampus vs Biaya Kuliah: Seimbangkah?
Gengsi dapat membahayakan kesehatan mental, termasuk di media sosial. Pada dasarnya, platform online menciptakan budaya perbandingan yang tiada henti dan memberi orang kesempatan untuk berbicara. Banyak orang menunjukkan aspek penting dari kehidupan mereka di media sosial, mulai dari berlibur ke luar negeri dan makan di restoran mewah. Terlepas dari situasi, orang gengsi tinggi akan tetap bertindak dengan cara yang sama. Akibatnya, “takut kehilangan tempat”, atau “fear of missing out” (FOMO), muncul. FOMO adalah sebuah fenomena di mana orang merasa terpinggirkan jika mereka tidak mengikuti tren yang sedang populer. Kecemasan sosial, cemburu, dan tekanan untuk mengikuti norma tersebut dapat memengaruhi kesehatan mental.
Lebih jauh, gengsi juga berkontribusi pada munculnya gaya hidup yang tidak sehat. Seseorang yang terobsesi pada gengsi sering kali mengabaikan kebutuhan dasar. Misalnya, ada orang yang lebih memilih membeli ponsel mahal daripada menabung untuk kesehatan atau pendidikan. Keputusan seperti ini menyebabkan masalah keuangan, konflik keluarga, dan kualitas hidup yang buruk. Pola konsumsi dan tekanan ekonomi yang disebabkan oleh gengsi dapat meningkatkan beban mental dan menyebabkan masalah kesehatan mental yang serius dalam jangka panjang.
Interaksi antarindividu maupun kelompok sering dipengaruhi oleh gengsi. Individu yang mengutamakan gengsi sering membangun pertemanan atau hubungan hanya karena status sosial mereka daripada karena ketulusan mereka. Ini menyebabkan hubungan yang tidak stabil, tidak adil, dan mudah runtuh ketika citra tidak dapat dipertahankan. Karena individu selalu harus melakukan yang terbaik untuk diterima dalam kelompok, hubungan yang seharusnya memberikan dukungan emosional malah berubah menjadi tekanan.
Gengsi berasal dari ketakutan tidak mendapat penghargaan, dianggap tidak berhasil, atau dianggap tidak setara dengan orang lain. Ketakutan ini mendorong orang untuk mempertahankan citra mereka meskipun mereka berisiko membahayakan kesehatan mereka. Paradoks sering kali diabaikan karena gengsi. Orang-orang yang terlalu angkuh lebih sering dianggap berlebihan dan tidak asli daripada menerima penghormatan. Bahkan, orang sering tidak merasa bahagia, tetapi justru menghadapi kesulitan dan ketidakcukupan. Gengsi membuat hidup orang tidak tenang.
Jika kita ingin mengatasi dampak gengsi terhadap kehidupan dan kesehatan mental, sangat penting untuk memahami identitas asli kita, bukan penampilan kita yang menentukan harga diri kita. Hidup sederhana bukanlah aib, sebaliknya, itu adalah bukti keberanian dan integritas untuk tetap menjadi diri sendiri. Memiliki keyakinan yang salah tentang diri sendiri akan jauh lebih menenangkan daripada melakukan penilaian diri yang akurat. Ini memungkinkan kita untuk menjaga kesehatan mental yang baik dan menjalani gaya hidup yang lebih seimbang.
Untuk menghindari jebakan gengsi, sangat penting untuk menjadi lebih cerdas dalam hal keuangan dan menjadi lebih sadar bahwa membeli barang mahal demi gengsi tidak sepadan dengan risiko hutang menumpuk dan stres yang ditimbulkan. Mengatur keuangan dengan baik tidak hanya “menyehatkan dompet”, tetapi juga pikiran, karena hidup menjadi lebih tenang.
Perlu adanya pemahaman untuk memanfaatkan media sosial dengan bijak. Jadikan media sosial sebagai ruang untuk berbagi hal positif, karya, atau inspirasi dan tidak membandingkan diri dengan kehidupan orang lain. Dengan demikian, media sosial bisa menjadi sarana membangun jati diri, bukan sekadar panggung untuk memamerkan gengsi. Kesadaran ini penting karena budaya gengsi tidak bisa dilawan secara individu saja, tetapi perlu perubahan pola pikir bersama.
Gengsi berlebihan hanya akan menguras energi kita, membuat kita kehilangan arti hidup, dan memasukkan kita ke dalam lingkaran penipuan berulang. Kehidupan yang benar-benar berpusat pada kualitas diri akan membuat kita tenang dan bahagia. Kesehatan mental kita akan lebih baik jika kita menghindari membandingkan diri dengan orang lain dan berusaha menjadi versi yang lebih baik dari diri kita sendiri setiap hari. Kita memiliki kemampuan untuk membangun kehidupan yang benar-benar terhormat, dihormati karena prestasi dan kejujuran, bukan citra palsu.
Kenali Ciri-Ciri Orang yang Terlalu Mementingkan Gengsi
Dalam kehidupan sehari-hari, kita biasanya bertemu dengan orang-orang yang sangat bergantung pada gengsi mereka. Gengsi didefinisikan dalam konteks sosial sebagai keinginan untuk menonjol di mata orang lain, sering kali mengorbankan kenyamanan, kejujuran, dan kebahagiaan untuk mendapatkan kesan yang baik. Mereka yang terlalu mengutamakan gengsi sering terjebak dalam siklus penilaian sosial, di mana setiap tindakan dilakukan adalah untuk mendapatkan pengakuan daripada memenuhi kebutuhan yang sebenarnya. Fenomena ini tidak terbatas pada kelompok tertentu. Sebaliknya, telah menjadi bagian penting dari budaya modern, di mana orang sering menilai keberhasilan seseorang berdasarkan perspektif orang lain. Oleh karena itu, memahami bagaimana orang terjebak dalam gengsi sangat penting agar kita dapat menilai diri kita dengan benar dan menghindari perilaku tersebut.
Orang-orang yang terlalu mengutamakan gengsi sering kali hidup lebih dari apa yang mereka bisa penuhi. Mereka sering memaksa diri mereka untuk membeli barang-barang mahal yang tidak dapat mereka beli untuk menunjukkan kepada orang lain bahwa mereka kaya atau bijak. Individu dengan pendapatan rendah mungkin terus berusaha membeli mobil mewah, pakaian mewah, atau telepon terbaru, tetapi pada akhirnya mereka harus berutang atau terlibat dalam aktivitas ilegal. Gaya hidup ini dapat secara bertahap membahayakan uang dan kesehatan mental karena ketakutan, bukan kebutuhan.
Selain itu, individu yang sangat mengutamakan gengsi sering bergantung pada bagaimana orang lain melihat mereka. Mereka selalu ingin menjadi yang terbaik untuk dihargai. Setiap tindakan dinilai berdasarkan reaksi orang di sekitarnya, seperti memuji, iri, atau terpesona. Mereka tidak dapat benar-benar menjadi diri mereka sendiri karena mereka terlalu bergantung pada validasi sosial. Penilaian orang lain melebihi kepuasan diri sendiri.
Salah satu ciri yang menonjol adalah kecenderungan untuk membandingkan diri dengan orang lain. Karena fokus mereka selalu pada apa yang dimiliki orang lain, mereka kesulitan bersyukur atas apa yang mereka miliki. Orang yang dekat dengan mereka akan mendorong mereka untuk membeli barang-barang baru yang lebih mewah. Jika teman liburan ke luar negeri, mereka akan merasa terpinggirkan dan mencoba menyesuaikan diri. Hidup dalam situasi seperti ini tampak seperti perlombaan tanpa henti yang menghabiskan waktu, emosi, dan energi. Kebahagiaan sejati hanya dapat diukur dengan menempatkan diri dalam keadaan tenang dan bersyukur atas apa yang dimiliki.
Orang yang terlalu egois mungkin sulit untuk menerima kekurangan atau kelemahan mereka. Mereka lebih suka menyembunyikan kesalahan dan berusaha terlihat sempurna, bahkan jika itu berarti mereka tidak melakukan apa-apa. Ini mungkin terdengar seperti angkuh, atau menolak kritik.
Selain itu, kecemburuan merupakan tanda. Jika seseorang merasa gengsi atas kesuksesan orang lain, sulit bagi mereka untuk menikmati kesuksesan mereka sendiri. Kesuksesan orang lain dapat menggoyahkan keyakinan mereka sendiri sehingga mereka menjadi khawatir. Karena itu, mereka sering merendahkan atau mencemarkan orang lain untuk menutupi kekurangannya. Perasaan iri hanya akan memperburuk penderitaan seseorang, bahkan dapat merusak hubungan sosial dan diri sendiri. Meskipun mereka memiliki banyak hal penting dalam hidup mereka, mereka selalu merasa tidak cukup dan kalah.
Karakteristik yang paling umum dari orang yang merasa gengsi adalah kecenderungan mereka untuk terlalu banyak berbicara tentang apa yang telah mereka capai. Orang dengan gengsi tinggi sering berbicara terlalu banyak tentang apa yang mereka miliki, pekerjaan mereka, atau status sosial mereka. Tujuannya adalah untuk mendapatkan penghormatan dan pengakuan. Mereka sering menggunakan kisah hidup mereka atau menunjukkan pencapaian mereka untuk membuat mereka merasa lebih menarik. Orang-orang seperti ini, bagaimanapun, sering kali lupa apa artinya mencapai sesuatu. Mereka tampaknya hanya menginginkan perhatian, bukan inspirasi.
Selain itu, orang-orang yang mengutamakan gengsi cenderung bersikap defensif. Jika seseorang melihat kehidupan mereka dengan cara yang berbeda dari yang mereka pikirkan sebelumnya, mereka tidak akan bisa menerimanya. Mereka dapat menjadi marah, terisolasi, atau merasa diserang karena kritik kecil. Karena mereka tidak memiliki kekuatan emosional, kebahagiaan mereka bergantung pada bagaimana orang melihat mereka. Seharusnya, kritik tidak akan membuat orang yang percaya diri merasa terancam. Sebaliknya, kritik akan membantu mereka tumbuh.
Gengsi mungkin memotivasi kita untuk menjadi lebih baik, tetapi itu juga dapat menjadi jebakan yang memaksa kita untuk hidup penuh kepura-puraan. Mereka yang mengutamakan gengsi sering kali tidak pernah merasa puas karena mereka selalu melihat kebahagiaan orang lain. Mereka terus mencari pengakuan, tetapi mereka mengabaikan harga diri. Padahal, harga diri tidak didasarkan pada status sosial, barang mewah, atau pengakuan orang lain. Sebaliknya, harga diri dibentuk dari kejujuran dan kemampuannya untuk hidup sesuai dengan diri sendiri. Hal yang baik adalah menumbuhkan rasa percaya diri yang sehat, rasa bersyukur atas apa yang dimiliki, dan keberanian untuk menjadi diri sendiri tanpa perlu selalu tampak sempurna.
Dampak Buruk Gengsi yang Berlebihan
Gengsi sering dianggap sebagai bagian dari harga diri yang harus dimiliki semua orang. Gengsi dapat membantu kita menjadi lebih baik, menjaga martabat kita, atau mencapai tujuan yang lebih besar. Namun, gengsi yang berlebihan dapat berbahaya bagi diri sendiri dan sekitar. Ambisi yang berlebihan menyebabkan seseorang tidak hidup sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan mereka, tetapi lebih mengutamakan pendapat orang lain. Dalam keadaan seperti ini, Gengsi bukan lagi alat untuk mempertahankan kehormatan, itu adalah racun yang secara bertahap menghancurkan kebahagiaan, kesehatan mental, dan hubungan sosial.
Gengsi sering menghalangi orang untuk menjalin hubungan yang tulus karena fokus mereka selalu pada mengubah bagaimana mereka terlihat dan berstatus. Karena citra dianggap lebih penting daripada kebenaran, persahabatan atau percintaan menjadi rentan. Seseorang yang tidak mau mengakui kekurangannya di depan pasangannya akan terus berpura-pura, yang mengakibatkan komunikasi yang tidak transparan. Dalam hubungan yang dibangun di atas kebohongan, konflik dapat muncul dengan cepat. Orang-orang kaya biasanya dihindari karena dianggap sombong
Mereka yang terjebak dalam gengsi sering kali tidak mau mengakui kesalahan atau kekurangan mereka meskipun pengakuan ini penting untuk belajar dan berkembang. Mereka lebih suka menyembunyikan kesalahan mereka daripada berusaha memperbaikinya karena khawatir mereka akan terlihat buruk di mata orang lain. Dalam situasi seperti ini, gengsi adalah hambatan besar untuk kemajuan. Ini dapat berupa seorang siswa yang tidak mau bertanya ketika dia tidak memahami materi pelajaran atau seorang karyawan yang tidak mau mengakui kesalahan mereka sehingga mereka tidak dapat berkembang di tempat kerja mereka.
Jika seseorang hanya melihat perspektif orang lain, mereka cenderung tidak puas. Mereka tidak suka membandingkan apa yang mereka miliki dengan orang lain. Akibatnya, ketika teman atau tetangga melihat orang lain sukses, mereka lebih cenderung iri dan bersaing daripada termotivasi. Rasa iri dapat menyebabkan sikap merendahkan, mencemarkan nama baik, atau bahkan berkompetisi secara tidak sehat. Karena gengsi mencegah seseorang merasa bahagia atas kesuksesan orang lain, hubungan sosial menjadi penuh dengan konflik.
Kehilangan kebahagiaan yang sebenarnya adalah efek negatif lainnya. Orang yang angkuh mempertahankan citra yang harus dijaga. Dari luar tampak bahwa mereka bahagia, tetapi di dalamnya mereka merasa tidak bahagia. Karena mereka selalu bergantung pada pendapat orang lain, kebahagiaan mereka terasa kosong. Mereka menerima sesuatu, tetapi keinginan mereka untuk mendapatkan lebih banyak untuk menjaga martabat mereka tidak hilang. Hidup mereka menjadi penuh dengan tantangan.
Hidup dengan gengsi memungkinkan seseorang salah membuat keputusan. Mereka mungkin melakukan tindakan yang bertentangan dengan prinsip untuk mempertahankan reputasi mereka. Untuk memberi kesan kuat atau baik kepada orang lain, orang sering melakukan tindakan yang tidak etis. Dalam keadaan seperti ini, gengsi tidak hanya akan membahayakan seseorang, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan.
Cara Mengatasi Gengsi yang Berlebihan
Langkah pertama untuk mengatasi gengsi adalah berani mengakui bahwa gengsi itu ada dalam diri kita. Banyak orang menolak untuk mengakui rasa angkuh mereka karena takut akan membuat mereka terlihat lemah. Langkah pertama menuju transformasi adalah mengetahui kekuatan dan kelemahan kita. Kita dapat keluar dari siklus gengsi dengan menyadari bahwa kita sering memaksakan diri untuk membeli barang yang lebih mahal daripada kemampuan kita, menolak bantuan karena takut dipandang rendah, atau tidak mau mengakui kesalahan kita untuk menjaga martabat kita. Sangat penting untuk memahami ini karena kita tidak dapat memperbaiki masalah tanpa memahami sumbernya.
Setelah memahami, kita bisa menemukan cara terbaik untuk menjalani hidup. Banyak orang yang egois dan mencoba menjadi orang yang baik. Ini terjadi meskipun keadaan keuangan dan kesejahteraan setiap orang berbeda. Untuk mengatasi masalah ini, orang harus belajar mengubah gaya hidup mereka sesuai dengan pendapatan mereka dan memenuhi kebutuhan mereka, bukannya mengikuti norma sosial yang dipaksakan. Contohnya, kita tidak perlu memaksakan diri untuk membeli produk bermerek jika produk sederhana memiliki fungsi yang sama. Dengan menjalani gaya hidup yang realistis, kita dapat mengurangi tekanan mental dan menjadi lebih percaya diri karena kita tahu cara menghadapi tantangan.
Selain itu, gengsi yang berlebihan biasanya disebabkan oleh kepercayaan seseorang pada pengakuan orang lain. Oleh karena itu, membangun rasa percaya diri dari dalam, bukan dari luar, sangat penting. Kemampuan untuk menghargai diri sendiri tanpa membandingkan diri dengan orang lain menghasilkan kepercayaan diri yang sehat. Untuk memulainya, kita dapat menulis catatan tentang segala hal yang telah kita lakukan beserta hasilnya. Kita dapat belajar bersyukur atas apa yang telah kita capai setelah melakukan hal itu. Latihan ini akan meningkatkan keyakinan diri seseorang daripada membuat mereka merasa lemah dibandingkan orang lain. Kepercayaan diri mengurangi gengsi karena kita tidak lagi merasa perlu membuktikan sesuatu kepada orang lain.
Dengan belajar bersikap jujur, terutama terhadap diri sendiri dan orang-orang yang dekat dengan kita, kita dapat mengatasi gengsi. Orang gengsi sering menyembunyikan hal-hal yang tidak mereka miliki untuk mempertahankan citra mereka. Kejujuran sangat penting untuk membangun hubungan sosial yang sehat. Mengakui bahwa kita tidak dapat membeli sesuatu atau melakukan kesalahan dapat membuat kita lebih santai dan bebas. Kejujuran menghilangkan kebutuhan untuk pencitraan yang melelahkan. Jujur akan lebih dihargai oleh orang lain dengan waktu.
Langkah penting yang sama adalah belajar melakukan hal-hal sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Kehidupan yang sederhana tidak berarti miskin atau kekurangan. Sebaliknya, itu menunjukkan kehidupan yang tidak dipengaruhi oleh tanda-tanda status sosial. Tindakan kecil dapat mempermudah hidup kita. Misalnya, kita dapat memilih untuk makan di tempat yang sederhana, tetapi nyaman, daripada memaksakan diri untuk makan di restoran mahal demi gengsi atau kita dapat memilih untuk berpakaian dengan cara yang sesuai dengan apa yang kita miliki daripada mengikuti tren terbaru. Kita akan menemukan bahwa kebahagiaan tidak selalu berasal dari kemewahan, tetapi juga bisa berasal dari ketenangan yang dihasilkan dari kesederhanaan.
Bersyukur tidak hanya mudah, tetapi juga membantu mengatasi gengsi. Gengsi membuat kita selalu ingin memiliki penampilan yang sama dengan orang lain. Padahal, kebahagiaan yang sebenarnya terletak pada kemampuan kita untuk bersyukur atas apa yang kita miliki. Bersyukur akan memberi kita pemahaman yang lebih baik tentang jalan hidup kita, termasuk prestasi kecil yang sering kita abaikan karena membandingkan diri kita sendiri dengan orang lain. Rasa syukur juga membantu kita menghindari membandingkan kehidupan orang lain dengan diri kita sendiri.
Tandai tiga hal ini setiap hari untuk belajar bersyukur. Ini akan membuat kita lebih fokus pada hal-hal positif dalam kehidupan. Keluar dari lingkaran perbandingan sosial adalah cara terbaik untuk menghilangkan gengsi. Media sosial sering menjadi tempat gengsi karena sebagian besar orang percaya bahwa mereka harus menunjukkan pencapaian atau gaya hidup tertentu untuk mendapatkan penghargaan. Untuk mengatasi masalah ini, kita bisa mulai bijak dalam penggunaan media sosial.
Mengembangkan perasaan empati merupakan hal penting. Orang-orang dengan gengsi tinggi sering kali menjadi egois dan fokus pada diri sendiri tanpa memperhatikan orang lain. Kita akan menemukan bahwa kehidupan bukan hanya tentang bagaimana orang melihatnya, melainkan juga tentang membantu orang lain atau sekadar mendengarkan cerita mereka. Dengan begitu, akan menjadi lebih mudah bagi kita untuk mengutamakan kepentingan orang lain daripada kepentingan pribadi kita, dan gengsi yang biasanya keras dan kaku akan secara bertahap hilang.
Mengatasi gengsi memerlukan proses dan kesabaran. Gengsi yang telah terinternalisasi menjadi sulit dihilangkan karena telah menjadi kebiasaan. Kita harus berusaha keras untuk mengubah cara berpikir dan bertindak. Saat kita merasa gengsi, jangan menyalahkan diri sendiri. Sebaliknya, anggaplah itu sebagai kesempatan untuk belajar sesuatu yang baru. Tekad yang kuat mengajarkan kita untuk menerima apa yang kita miliki tanpa berpikir kita harus tampil lebih baik. Gengsi hanya akan menjauhkan orang dari kenyataan, sedangkan kejujuran membuat kita tenang dan benar-benar menjadi diri kita sendiri. Jika ingin menjalani kehidupan yang sederhana, jujur, dan selalu bersyukur, insyaallah kita akan lebih bahagia daripada menjalani kehidupan yang penuh dengan kepura-puraan dan kebutuhan akan validasi yang berlebihan.
Editor: Helena Setiasari